Upaya
Peningkatan Pemahaman Input
Bahasa Inggris Menggunakan Instruksional
Translation Grammar
A. Latar
Belakang Masalah
Sekarang-sekarang ini ada perdebatan seru seputar
pengajaran dan belajar ‘ilmu pengetahuan
yang dikonstruksi’ melawan “pengetahuan yang diajarkan’ (Hmelo-Silver, 2007;
Kirschner, 2006; Rowe, 2006) Di satu sisi, para penganut konstruktifisme
berkeyakinan bahwa sifat dasar pembelajaran
ialah setiap individu menciptakan pemahaman sendiri tentang dunia dari
pengalaman pertama, tindakan dan refleksi, tidak dari informasi yang dicerna
terlebih dahulu dan ketrampilan yang disajikan oleh seorang guru dan teks
(Zevenbergen, 1995). Di lain pihak , penganut paham instruktifisme berkeyakinan
teguh bahwa pengajaran langsung dan eksplisit sangat bermanfaat dalam mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Mereka beranggapan bahwa untuk bisa mendapatkan
pengetahuan siswa harus mengikuti pelajaran yang terstruktur.
Di era moderen ini
banyak sekali ditawarkan metode mengajar
melalui pendekatan konstruktifisme bernuansa tekhnologi canggih. Metoda
mengajar tersebut memang memberikan input
kosa kata, frase, ataupun kalimat-kalimat Bahasa Inggris dengan cepat. Namun
pada kenyataannya, masih banyak masukan itu belum bisa dipahami dengan baik oleh siswa, sehingga siswa
tidak bisa konstruk. Siswa kurang berkompeten secara linguistik dalam
memaknai masukan tersebut. Dengan kata lain, taraf akuisisi
bahasa
siswa masih begitu rendah. Sebagai contoh, ketika siswa di SMK N2 diberi
kesempatan menonton film berbahasa Inggris di laboratorium bahasa, mayoritas
siswa menerima kosa kata, frase, kalimat bahasa Inggris banyak sekali. Namun
demikian ketika diberi tugas untuk
menceritakan ulang film tersebut dalam Bahasa Inggris baik secara
lisan maupun tertulis,
kebanyakan siswa tidak berkompeten dalam mengungkapkan kembali apa yang sudah
didapatkan. Ini artinya bahwa daya serap siswa masih rendah. Banyak input masuk
di dalam diri siswa, tetapi kompetensi linguistik mereka tidak memungkinkan
untuk menyerap input tersebut, sehingga input itu tidak bisa dipahami. Penulis
berhipotesa bahwa kurangnya pemahaman
tentang masukan Bahasa Inggris ini diduga disebabkan karena metode pengajaran
yang diterapkan tidak meningkatkan kompetensi linguistik siswa. Guru Bahasa
Inggris terlalu asyik dalam memanfaatkan tekhnologi moderen dalam
pengajarannya, sehingga kompetensi linguistik menjadi terabaikan. Padahal,
kompetensi linguistik ini merupakan kunci utama untuk bisa memproses input
bahasa sehingga input tersebut bisa dipahami. Baik pengajaran dengan metode
komunikatif maupun audio lingual memang banyak sekali diterapkan dalam dunia
pendidikan Bahasa Inggris di masa moderen ini. Namun, bila metoda tersebut
tidak memberikan dampak yang membangun kompetensi linguistik untuk menyerap
input bahasa, maka lebih baik dikembalikan ke metoda Translation Grammar.
Dengan menggunakan metoda pengajaran Translation Grammar
maka diharapkan daya serap siswa terhadap masukan Bahasa Inggris baik itu dari
audio visual maupun tertulis bisa meningkat. Dengan meningkatnya daya serap
itu, maka siswa bisa mengungkapkan kembali input tersebut dalam sebuah tulisan
karangan maupun laporan lisan. Oleh karena itu marilah kita tidak melupakan
metoda Translation Grammar yang dianggap oleh banyak ahli pengajaran sebagai
metoda yang sudah kuno. Dunia pengajaran Bahasa Inggris perlu melihat kembali
metoda Translation Grammar ditengah-tengah pengajaran yang bernuansa tekhnologi
yang canggih dan moderen ini. Pada kenyataannya banyak para siswa yang kurang
menyukai metoda Translation Grammar ini, mengingat metoda ini terkesan kurang
modern. Oleh karena itu guru Bahasa Inggris perlu memadukan pengajaran Translation
Grammar di kelas maupun di laboratorium bahasa dengan cara yang menyenangkan.
Jadi, perlu dilakukan dua tindakan yang penting dalam
rangka meningkatkan daya serap Bahasa Inggris, yaitu perlu di terapkannya
metoda menterjemahkan atau Translation di kelas maupun di laboratorium bahasa
dan metoda Grammar menggunakan alat peraga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar